Rabu, 09 Oktober 2013

contoh laporan plankton


BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
          Budidaya organisme perairan secara komersial dari berbagai jenis spesies-spesies diantaranya Bivalve, crustaceae, dan ikan bertulang belakang (finfish) akan mengalami permasalahan yang serius apabila didalam proses produksinya yang kontinyu baik kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini di karenakan masih banyak jenis kultivan budidaya yang masih tergantung input pakan dari pakan organisme hidup.
            Pakan alami adalah bahan yang diambil dari organisme hidup dalam bentuk dan kondisinya seperti sifat-sifat keadaan dialam. Pakan alami yang di maksud adalah Phytoplankton dan Zooplankton yang hidup bebas di berbagai perairan. Untuk pemberian pakan pada larva  ikan tidak mungkin dilakukan penangkapan dan penyaringan air bebas, mengingat ketersediaan pakan alami di alam sangat terbatas dan tentunya memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak efisien.
 Penyediaan pakan alami baik kuantitas, kualitas dan kontinyuitas diperlukan pengetahuan tentang teknik dasar budidaya pakan alami yang baik agar kontinyuitas produksi ikan dapat terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan, dan untuk menjaga ketersediaan pakan alami yang berkualita dan kuantitas yang baik.
Menurut Sachlan, 1982 bahwa pakan alami tidak saja sangat penting bagi kehidupan ikan, langsung atau tidak langsung akan tetapi penting pula bagi segala macam hewan yang hidup di dalam air, bak air tawar, payau ataupun laut. Pentingnya pakan alami sebagai sumber pakan, dapat dilihat dari kandungan nutrisinya yang relatif tinggi yang berkaitan erat dengan jumlah kalori yang dikandungnya. Selain itu, pakan alami juga mempunyai kualitas yang baik, isi selnya padat, dan mempunyai dinding sel yang tipis sehingga mudah diserap, tiak mengeluarkan senyawa beracun, serta memiliki bentuk dan ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva. ( priadji, 1992 )
Beberapa jenis phytoplankton yang di gunakan untuk pakan alami seperti Skeletonema sp,  dan Tetraselmis sp. Jenis phytoplankton ini yang akan di bahas pada laporan ini.

Watampone,             Mei 2012

                                                                                        Penyusun

B.  Tujuan dan Manfaat
      1.  Tujuan
          Adapun tujuan dari pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) adalah sebagai berikut :
·          Memperoleh pengetahuan, keterampilan dan pengalaman secara langsung mengikuti kegatan yang dilakukan di Laboratorium pakan alami Phytoplankton BBAP Takalar.
·         Meningkatkan, memperluas dan menambah wawasan serta menerapkan proses penerapan teknologi baru dari lapangan kerja ke sekolah, begitupun sebaliknya.

      2.  Manfaat
          Adapun kegunaannya yaitu mengetahui dan memahami aspek-aspek teknis dalam kultur phytoplankton, sehingga dapat di aplikasikan dalam pengembangan perikanan pada masa yang akan datang khususnya dalam penyediaan phytoplankton sebagai unsur yang sangat dibutuhkan dalam pemeliharaan larva ikan dan udang.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Skeletonema sp
      1.  Klasifikasi
Skeletonema merupakan alga coklat yang di klasifikasikan sebagai berikut :
Phylum                : Chrycophyta
Clas                      : Bacillariophyceae
Sub, Class          : Centricae
Ordo                     : Centrales    
Family                  : Skeletonemaeae
Genus                  : Skeletonema
Spesies                : Skeletonema sp.
                                 fto sketo.jpg
Gambar 1. Skeletonema sp
           
     2.  Morfologi
            Menurut Djarijah (1995), Skeletonema sp adalah jenis phytoplankton bersel tunggal, berukuran 4 – 15 mikron. Bentuk sel seperti kotak dengan sitoplasma yang memenuhi sel dan tidak memiliki alat gerak. Skeletonema sp terdiri atas dua bagian yaitu katup atas disebut epiteka dan katup bawah disebut hipoteka. Skeletonema merupakan diatome yang bersifat eurethermal yang mampu tumbuh pada kisaran 3 – 30ºC, kiasran suhu untuk pertumbuhan optimal anatara 25 – 27ºC intesitas cahaya sangat mempengaruhi pertumbuhan alga ini, alga akan tumbuh dengan baik apabila intensitas cahaya sekitar 12.000 luks dengan periode penyinaran 10 – 12 jam (Hedriyati 1993). Skeletonema sp berkembang biak secara asexsual yaitu melalui pembelahan sel. Proses pembelahan sel yang berulang-ulang menyebabkan sel skeletonema sp mereduksi sehingga mencapai generasi tertentu, unsur hara yang di perlukan untuk perkembang biakan skeletonema adalah N,P,Si,Fe. Dan unsur mikro lainnya (Kadek 2002).
B.  Tetraselmis sp
     1. Klasifikasi
Menurut Inanstyo dan Kurniastuty (1995), Tetraselmis sp merupakan alga biru – hijau atau dikenal juga sebagai flegellata berklorofil sehingga berwarna hijau, yang diklasifikasikan sebagai berikut :
      Phillum                : Chlorophyta
Klass                    :  Prasinophyceae
Ordo                     :  Pyramimonadales
Genus                  :  Tetraselmis
Gambar 2. Tetraselmis sp
      2. Morfologi
Tetraselmis sp merupakan alga yang bersel tunggal, mempunyai empat buah flagella berwarna hijau (Green Flagella).  Dengan flagella tersebut maka tetraselmis dapat bergerak secara lincah dan cepat seperti hewan bersel tunggal.  Ukuran sel Tetraselmis sp berkisar antara 7 – 12 mikro.  Klorofil merupakan pigmen yang dominan sehingga alga ini berwarna hijau, dipenuhi plastida kloroplast  Dinding sel alga ini dibentuk dari selulosa dan pectosa. Mempunyai cakupan salinitas yang cukup lebar yaitu 25 – 32 ppt sedangkan kisaran suhuya  25 – 32ºC (Anonim, 2002).
















BAB III
PELAKSANAAN
A.  Waktu dan Tempat
          Pelaksaan kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) yang berlangsung selama ± 4 bulan dimulai sejak tanggal 2 Februari sampai dengan 31 Mei 2013.
      Apapun lokasi praktik yang penyusun tempati, yaitu di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar yang terletak di :
Jalan                    : Perikanan
Desa                     : Mappakalompo
Kecamatan          : Galesong                            
Kabupaten          : Takalar
Provinsi              : Sulawesi Selatan
B.  Potensi  Wilayah dan Keadaan Lokasi
      1.  Aspek Teknis
            Secara geografis, BBAP Takalar berada di wilayah pesisir pantai Selat Makassar dengan struktur dasar perairan landai dengan kondisi fisik perairan bersalinitas 30 – 35 ppt, suhu perairan sekitar lokasi ± 24 – 27 ºC dan pH 7 – 8,5. Sebagai salah satu UPT Pusat di wilayah Indonesia Timur, BBAP Takalar berdiri di atas tanah seluas 2,5 Ha dan terbagi dalam 3 lokasi. Lokasi tersebut terdiri dari unit pembenihan ikan maupun udang, laboratorium uji, laboratorium pakan alami, laboratorium rumput laut, laboratorium pakan buatan, lokasi pertambakan, perkantoran, perpustakaan, aula, asrama, sarana olahraga, serta kompleks perumahan pegawai.
      Dalam melaksanakan operasional teknis produksi perikanan BBAP Takalar dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang antara lain :
      1. Unit Pembenihan udang
      2. Unit Pembenihan Ikan
3. Laboratorium uji
          -  Laboratorium hama penyakit
          -  Laboratorium kualitas air
          -  Laboratorium residu dan proksimat
     4. Laboratorium pakan alami
     5. Laboratorium rumput laut
     6. Lokasi pertambakan
     7. Areal kultur missal
     8. Sarana pelengakap yang terdiri dari :
     - Perkantoran
     - Rumah pimpinan dan karyawan
     - Wisma dan Aula
     - Asrama PKL
     - Perpustakaan
     - Pos jaga
     - Lapangan Olah Raga
     - Alat Komunikasi
     - Alat transportasi
     2.  Aspek Ekonomi
Ditinjau dari aspek ekonomi Balai Budidaya Air Payau Takalar berperan sebagai berikut :
1.      Mengembangkan rekayasa teknologi budidaya berbasis agrobisnis dan melaksanakan ahli teknologi kepada dunia usaha.
2.      Meningkatkan kapasitas kelembagaan.
3.      Meningkatkan system informasi ilmu pengetahuan dan teknologi perikanan.
4.      Meningkatkan jasa pelayanan dan sertifikasi.
5.      Menfasilitasi upaya pelestarian sumber daya ikan dan lingkungan.
6.      Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kapasitas sarana dan prasarana.

3.  Aspek Sosial Budaya
            Adapun aspek sosial budaya yang di terapkan oleh Balai Budidaya Air Payau Takalar, yaitu :
a.    Pengkajian, pengujian dan bimbingan penerapan standar pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau.
b.    Pengakajian standar dam pelaksanaan sertifikasi system mutu dan sertifikasi personil pembenihan serta pembudidayaan ikan air payau.
c.    Pengkajian system dan tata laksana produksi dan pengelolaan induk jenis dan induk dasar ikan air payau.
d.    Pelaksanaan pengujian teknik pembenihan dqan pembudidayaan ikan air payau.
e.    Pengkajian standar pengawasan benih, pembudidayaan serta pengedalian hama penyakit ikan air payau.
f.     Pengkajian standar pengendalian lingkungan dan sumber daya induk/benih ikan air payau.
g.    Pelaksanaan sistem jaringan laboratorium pengujian, pengawasan benih dan pembudidayaan ikan air payau.
h.    Pengelolaan dan pelayanan informasi dan publikasi pembenihan pembudidayaan air payau.
i.      Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Balai Budidaya Air Payau Takalar merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya sebagai pusat pengembangan teknologi pembenihan yang bersifat regional serta melaksanakan bimbingan budidaya air payau sesuai dengan peraturan yang berlakun.
Dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air payau Takalar dalam kegiatannya berpedoman pasa SK Menteri Kelautan dan Perikanan NO.KEP.26 D/MEN/2001, Tanggal 1 Mei 2001 tentang struktur organisasi Balai Budidaya Air Payau yang dapat dilihat pada lampiran 3.

C.  Kegiatan – kegiatan
1.  Alat dan Bahan
                         Tabel 1. Alat dan Bahan yang di gunakan untuk kultur murni skeletonema sp dan tetraselmis sp
               
No
1.
2.
3.

4.

5.
6.

7.
8.
9.

10.
11.
12.
13.

14.

15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.

25.
26.
27.
28.

29.
       Alat Dan Bahan
Cawan petri
Stoples 1 liter, 2 liter, 10 liter
Erlenmeyer 100 ml, 500 ml, 1000 ml
Mikroskop

Refraktometer
Thermometer

Autoclave
Vortex mixer
Pipet ukur  2 ml, 5 ml, 25 ml.

Gelas ukur (Becker glass)
Bulb karet
Filter bag
Selang ulir

Selang aerasi, batu aerasi, kerang aerasi
Oven
Vacum pomp
Kapas
Rak tabung reaksi
Lampu neon 40 watt (TL)
Rak kultur
Air laut
Ruang ber AC
Hand counter
Timbangan Elektrik

Alkohol
Sodium thiosufat
Clorin test
Thermoline

Stirer
            Kegunaan
Kultur murni media agar
Wadah untuk kultur murni
Wadah untuk kultur murni dan pembuatan pupuk
Alat untuk pengamatan dan penghitungan sample
Alat untuk ukur salinitas
Alat untuk ukur suhu air laut / media
Untuk sterilisasi air media
Alat pengaduk
Alat untuk mengambil sampel / pupuk
Alat ukur sampel
Alat pengisap
Kantong penyaring air
Alat untuk transfer air laut / starter
Alat transper O2 dan CO2

Alat untuk sterilisasi kering
Alat penyaring air laut
Penyaring air
Tempat menyimpan test tube
Pengganti cahaya matahari
Tempat menyimpan hasil kultur
Sebagai media kultur
Ruang untuk kultur murni
Alat bantu menghitung
Alat untuk menimbang pupuk dan agar
Sterilisasi
Untuk menetralkan air
Test clorin
Untuk memanaskan dan melarutkan pupuk / bacto agar
Untuk mengaduk / menghomogenkan pupuk

2.  Sterilisasi Alat dan bahan
                        Sterilisasi alat dan bahan merupakan bagian dari biosecurity untuk mencegah kontaminasi. Tahap sterilisasi dilakukan dengan cara merendam peralatan dengan larutan alcohol 10 % selama 1 hari, selanjutnya di cuci dengan menggunakan deterjen dan di bilas dengan air tawar hingga bersih. Peralatan kemudian di jemur hingga kering dan selanjutnya di masukkan ke dalam oven untuk peralata glassware seperti pipet, cawan petri, test tube, Erlenmeyer, dan stik. Sebelum peralatan glassware di cuci terlebih dahulu di rebus sampai mendidih. Peralatan yang berukuran besar seperti stoples kaca, wadah plastik dan selang aerasi di sterilkan dengan cara di rendam menggunakan kaporit selama 1 hari, selanjutnya di cuci dengan deterjen, di bilas dengan menggunakan air tawar sampai bersih kemudian dijemur sampai kering dan peralatan siap digunakan.

3.  Pembuatan Pupuk
                        pupuk yang di gunakan pada skala laboratorium terbuat dari bahan kimia Pro Analisis (PA) dengan dosis pemakaian 1 ml pupuk untuk 1 liter volume kultur.
a)   Pupuk yang digunakan untuk kultur murni phytoplankton Hijau (Green Algae) adalah komposisi pupuk walne


Tabel 2.  Komposisi pupuk walne untuk kultur murni plankton hijau
Bahan-bahan
Dosis
NaNO3
100 gr
Na2 EDTA
45 gr
H3 Bo3
33,6 gr
Na H2 Po4 2 H2O
20 gr
Fe CL3 6 H2O
1,3 gr
Mn C12, 4 H2O
0,36 gr

Stock Larutan Vitamin 100 ml
Stock Larutan Logam mikro 1 ml
Semua bahan dicampur dengan 1 liter aqudes penggunaan 1 ml / 1 liter.
Keterangan
Stock Vitamin (dalam 1 liter aquades)
Vitamin B1 (Thiamin) = 1 g
Vitamin B12 (Cyanocobalamin) = 0,05 gr
Stock Logam Mikron (dalam 100 ml aquades)
ZnCl12                                                            : 21 gr
COCl12                                               : 2,0 gr
(NH4)6 Mo7 O24 4 H2O                   : 0,9 gr
CuSO4 5 H2O                                    : 2 gr
Alat yang digunakan
1.    Batu stirrer
2.    Thermolin
3.    Erlenmeyer volume 1000 ml / 1 liter air
b)   Pupuk untuk kultur murni phytoplankton coklat (Brown Algae) komposisinya sebagai berikut

Jenis dan formula pupuk yang di gunakan sesuai dengan standar SNI pada BBAP Takalar. Jenis pupuk untuk plankton  cokelat seperti Chaetoceros sp, Skeletonema sp, digunakan komposisi pupuk Guillard. Komposisi pupuk Guilard dapat dilihat pada Tabel 3. Dosis pupuk yang di gunakan untuk kultur murni adalah 1 ml / 1 liter media kultur.
           Air yang di gunakan untuk pembuatan pupuk adalah aquades yang sudah di saring. Masing-masing bahan dari setiap kelompok pupuk di timbang dengan menggunakan timbangan elektrik dan selanjutnya di masukkan ke dalam erlenmeyer yang telah di isi aquades, kemudian dimasak sampai mendidih. Agar campuran pupuk tercampur di gunakan batu stirer untuk mengaduk secara merata, setelah mendidih kemudian diangkat dan didinginkan. Pupuk siap untuk di gunakan .
Tabel 3. Komposisi Guillard Untuk Kultur Murni Skeletonema sp (brown algae)

Nama Bahan
 

Kelompok 1
            Sodium silikat
stock solution


Pupuk indoor

75 gr

Kelompok II
Sodium nitrat
Sodium phosfat







75 gr
5 gr

Kelompok III
Fe Cl3
EDTA






3,15 gr
4,35 gr

Tracemetal :
               Na Molybdat
               Mn Chlorid
               Co Chlorid
               Cu Sulfat
               Zn Sulfat
 

Kelompok IV
Vitamin :
           Biotin
           Thiamin
           Cyanocobalamin

6.3 gr
180 gr
10 gr
9,8 gr
22 gr



100 mg
20 mg
100 mg

1 ml
1 ml
1 ml
1 ml
1 ml




5 ml *

Keterangan :
v  Masing-masing kelompok di larutkan dalam 1 liter aquades
v  Masing-masing tracemetal dilarutkan dalam 1 liter aquades
di ambil dari stock solution
v   Pemakaian pupuk indoor 1 ml / 1 liter media kultur
Alat yang di gunakan dalam pembuatan pupuk
            1. Batu stirer untuk mengaduk / menghomogenkan
2. thermolin / pemanas
            3. erlenmeyer volume 1000 ml
Gambar 3. Pembuatan pupuk
4.  Persiapan Air Media
Air laut yang di gunakan sebagai media kultur terlebih dahulu di tampung di bak penampungan yang telah di saring dengan menggunakan “filter bag’’ selanjutnya disterilkan menggunakn kaporit dan di biarkan selama 24 jam. Air selanjutnya disterilkan dengan menggunakan instalasi UV (Ultra Violet). Setelah di UV (Ultra Violet), air laut siap di gunakan untuk kultur dengan terlebih dahulu dinetralkan dengan thiosulfat. Setelah netral, air laut siap di gunakan untuk kultur murni. Sterilisasi terakhir dapat dilakukan dengan autoclave pada suhu 121 °C selama ± 15 menit.
Dengan menampung air laut ditampung didalam bak fiber dengan kapasitas 5 ton.  Sterilisasi dimulai dengan pemberiani kaporit dengan dosis 100 gram dan dibiarkan selama 1 hari.  Selanjutnya air ditransfer kedalam ember volume 50 liter dengan menggunakan pompa celup yang dilengkapi dengan saringan kapas.  Air yang telah disaring diember diberi thio sulfat sebanyak 0,5 gram dan diberi aerasi hingga airnya netral.
Air media steril yang sudah dinetralkan terlebih dahulu disaring dan selanjutnya diturunkan salinitasnya ± 2 %. Air media kemudian diautoclave untuk sterilisasi lanjutan. Penurunan salinitas dimaksudkan untuk menghindari peningkatan salinitas akibat penguapan selama diautoclave.

Gambar 4. Persiapan air media

5.  Kultur phytoplankton
1.    Kultur Phytoplankton Coklat (Brown Algae)
a.    Kultur Phytoplankton Coklat (Brown Algae) Pada Media Agar
Tabel 4.  Alat dan Bahan yang digunakan untuk kultur murni media agar
               Alat
Bahan
-  Erlenmeyer 100 ml
-  Bacto agar
-  Thermometer
`         -  Air laut
-  Magnetic sterier
(starter)
-  Bibit phytoplankton

-  Thermolin                                    

-  Pipet skala / pipet tetes

-  Tabung reaksi

-  Cawan petri

-  Refractometer

-  Jarum ose

-  Bunsen

-  Selotip

-  Lampu neon

-  Bak kultur

-  Kulkas

- Timbangan elektrik

-  Ruangan ber AC



Cara Kerja :
1.  Menimbang bacto agar sebanyak 1,5 gram dan di larutkan kedalam erlenmeyer yang berisi 100 ml air laut pada salinitas tertentu
2.  Pemanasan sampai mendidih dengan thermoline hingga larut sempurna berwarna kuning jernih. Selama proses pemanasan disertai pengadukan secara terus-menerus dengan magnetic stirer untuk mencegah terjadinya kerak dan pengumpalan.
3.  Setelah mendidih, larutkan bacto agar diangkat dan didinginkan beberapa saat kemudian diberi pupuk sesuai dosis  yaitu 1 ml / 1 liter dengan menggunakan pipet skala / pipet tetes.
4.  Setelah suhu berkisar antara 50 °C selanjutnya dituang ke dalam cawan petri yang sudah steril dengan ketebalan 3 – 5  mm atau ke dalam tabung reaksi yang selanjutnya di letakkan dengan posisi miring.
5.  Setelah media membeku, selanjutnya diisolasi dengan bibit / inokulum phytoplankton dengan menggunakan  metode sebagai berikut :

a)    Metode Gores
Metode ini di lakukan dengan menggunakan jarum ose yang ujungnya telah di bakar dengan menggunakan lampu bunsen, selanjutnya dibiarkan sampai agak dingin kemudian dipakai untuk mengambil bibit kemudian di goreskan pada media agar dalam cawan petri atau test tube dengan pola zig-zag.
b)    Matode Tetes
Metode ini dilakukan dengan menggunakan pipet tetes steril utntuk mengambil dan menetaskan inokulum yang diambil dari sample cair dan selanjutnya diteteskan pada media agar cawan petri kemudian diratakan pada seluruh permukaan media agar dengan gerakan memutar.
6.    Setelah melakukan isolasi pada permukaan media agar, cawan petri atau test tube selanjutnya disegel dengan selotip untuk mencegah kontaminasi.
7.    Cawan atau test tube selanjutnya diletakkan pada rak kultur yang dilengkapi dengan lampu TL (Neon / pengganti sinar matahari) dengan posisi terbalik untuk mencegah terjadinya penetasan embun pada permukaan agar dan mencegah tumbuhnya bakteri dan kontaminasi. Setelah 3 – 5 hari koloni akan tumbuh pada permukaan agar.
8.    Selanjutnya cawan petri / test tube disimpan dalam lemari es dan bertahan selama 1 – 6 bulan.
Gambar 5. metode gores pada media agar

b.   Kultur Phytoplankton Coklat (Brown Algae) Pada Media Air Laut
Air laut di tampung dalam bak fiber dengan kapasitas 5 ton, selanjutnya di beri kaporit dosis 30 ppm / ton dan di diamkan selama 24 jam sambil diaerasi. Air kemudian melewati instalasi UV (Ultra Violet / untuk membunuh kuman) dan selanjutnya ditransfer ke dalam wadah volume 50 liter dengan menggunakan pompa celup yang dilengkapi dengan saringan kapas. Air kemudian dinetralkan menggunakan thiosulfat sebanyak 0,5 gram sambil diaerasikan. Setelah netral, air laut siap di gunakan untuk kultur. Kultur murni di lakukan pada beberapa tingkatan volume  air yaitu : 100 ml, 500 ml, 1 liter dan 10 liter.

            .
a)    Kultur Pada Wadah Erlenmeyer 1000 ml (1 liter)
Erlenmeyer berisi air laut steril sebanyak 700 ml yang sudah di autoclave dan diberi pupuk dengan pupuk laboratorium (formula Guillard) dengan dosis 1 ml / 1 liter. Setelah pupuk larut dan merata, berikan starter sebanyak 70 – 150 ml kemudian diinkubasi pada rak kultur dalam ruang ber AC yang di lengkapi dengan lampu TL selam
2 – 3 hari untuk plankton cokelat sampai blooming. Starter siap dikultur pada tingkat selanjutnya.
b)    Kultur Pada stoples 1 – 2 liter
Ambil air laut yang sudah netral sebanyak 700 ml masukkan kedalam stoples kemudian dipupuk dengan pupuk cair yaitu : vitamin, NP, tracemetal dan silikat sebanyak 1 ml / liter.  Diaerasikan 5 menit agar pupuk tercampur secara merata lalu kita tambahkan bibit  sebanyak 100 – 200 ml (20% dari total volume).  Selanjutnya diinkubasi pada rak kultur dan dilakukan pemanenan/transfer setelah 2 hari atau terjadi blooming.  Semua perlakuan tadi dengan cara yang sama dilakukan kultur kedalam wadah 10 liter tunggu sampai 2 - 3 hari kemudian Skeletonema sp pada stoples 10 liter dipanen dan dikultur pada tahap selanjutnya.
Gambar 6. Kultur skeletonema sp pada wadah 10 liter

2.    Kultur Phytoplankton Hijau (Green Algae)
a.    Kultur Phytoplankton Hijau (Green Algae) Pada Media Agar
Tabel 5.  Alata dan Bahan yang digunakan untuk kultur murni media
                    agar                                                                                    
               Alat
Bahan
-  erlenmeyer 100 ml
- bacto agar
-  thermometer
`           - air laut
-  magnetic sterier
(starter)
- bibit phytoplankton

-  thermolin

-  pipet skala / pipet tetes

-  tabung reaksi

-  cawan petri

-  refractometer

-  jarum ose

-  Bunsen

-  selotip

-  lampu neon

-  Bak kultur

-  kulkas

- Timbangan elektrik

-  ruangan ber AC


Cara Kerja :
1.  Menimbang bacto agar sebanyak 1,5 gram dan di larutkan kedalam erlenmeyer yang berisi 100 ml air laut pada salinitas tertentu
2.  Pemanasan sampai mendidih dengan thermoline hingga larut sempurna berwarna kuning jernih. Selama proses pemanasan disertai pengadukan secara terus-menerus dengan magnetic stirer untuk mencegah terjadinya kerak dan pengumpalan.
3.  Setelah mendidih, larutkan bacto agar diangkat dan didinginkan beberapa saat kemudian diberi pupuk sesuai dosis  yaitu 1 ml / 1 liter dengan menggunakan pipet skala / pipet tetes.
4.  Setelah suhu berkisar antara 50 °C selanjutnya dituang ke dalam cawan petri yang sudah steril dengan ketebalan 3 – 5  mm atau ke dalam tabung reaksi yang selanjutnya di letakkan dengan posisi miring.
5.  Setelah media membeku, selanjutnya diisolasi dengan bibit / inokulum phytoplankton dengan menggunakan  metode sebagai berikut :
a).  Metode Gores
Metode ini di lakukan dengan menggunakan jarum ose yang ujungnya telah di bakar dengan menggunakan lampu bunsen, selanjutnya dibiarkan sampai agak dingin kemudian dipakai untuk mengambil bibit kemudian di goreskan pada media agar dalam cawan petri atau test tube dengan pola zig-zag.
b).  Matode Tetes
Metode ini dilakukan dengan menggunakan pipet tetes steril utntuk mengambil dan menetaskan inokulum yang diambil dari sample cair dan selanjutnya diteteskan pada media agar cawan petri kemudian diratakan pada seluruh permukaan media agar dengan gerakan memutar.
6.    Setelah melakukan isolasi pada permukaan media agar, cawan petri atau test tube selanjutnya disegel dengan selotip untuk mencegah kontaminasi.
7.    Cawan atau test tube selanjutnya diletakkan pada rak kultur yang dilengkapi dengan lampu TL (Neon / pengganti sinar matahari) dengan posisi terbalik untuk mencegah terjadinya penetasan embun pada permukaan agar dan mencegah tumbuhnya bakteri dan kontaminasi. Setelah 3 – 5 hari koloni akan tumbuh pada permukaan agar.
8.    Selanjutnya cawan petri / test tube disimpan dalam lemari es dan bertahan selama 1 – 6 bulan.
b.   Kultur Phytoplankton Hijau (Green Algae) Pada Media Air Laut
Air laut di tampung dalam bak fiber dengan kapasitas 5 ton, selanjutnya di beri kaporit dosis 30 ppm / ton dan di diamkan selama 24 jam sambil diaerasi. Air kemudian melewati instalasi UV (Ultra Violet / untuk membunuh kuman) dan selanjutnya ditransfer ke dalam wadah volume 50 liter dengan menggunakan pompa celup yang dilengkapi dengan saringan kapas. Air kemudian dinetralkan menggunakan thiosulfat sebanyak 0,5 gram sambil diaerasikan. Setelah netral, air laut siap di gunakan untuk kultur. Kultur murni di lakukan pada beberapa tingkatan volume  air yaitu : 100 ml, 500 ml, 1 liter dan 10 liter.
Menyiapkan wadah kultur seperti :
a.   Kultur pada wadah erlemeyer 1000 ml
Erlemeyer berisi air sebanyak 700 ml yang sudah diautoclave kemudian diberi pupuk  walne masing – masing sebanyak 1 ml.  Ambil starter ( bibit) yang dari wadah erlemeyer 500 ml sebanyak 150 ml kemudian diinkubasikan pada rak kultur diruang ber AC yang dilengkapi lampu neon selama 4 - 5 hari.  Starter (bibit) siap di kultur pada tingkat selanjutnya.
b.    Kultur pada wadah volume 1 sampai 2 liter.
Ambil air laut yang sudah netral sebanyak 700 ml masukkan kedalam stoples kemudian dipupuk dengan pupuk cair yaitu : vitamin, NP, tracemetal dan silikat sebanyak 1 ml / liter.  Diaerasikan 5 menit agar pupuk tercampur secara merata lalu kita tambahkan bibit sebanyak 100 – 200 ml (20% dari total volume).  Selanjutnya diinkubasi pada rak kultur dan dilakukan pemanenan/transfer setelah 2 hari atau terjadi blooming.  Semua perlakuan tadi dengan cara yang sama dilakukan kultur kedalam wadah 10 liter tunggu sampai 4 - 5 hari kemudian  pada stoples 10 liter dipanen dan dikultur pada tahap selanjutnya.
Gambar 7. Kultur pada wadah 3 liter
Adapun Parameter kualitas air laut yang diukur dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6.  Parameter Kualitas Air
No
PARAMETER
KISARAN NILAI
1
2
3
4
5
6
Suhu
Salinitas
pH
NH 3
Intensitas cahaya
Lama penyinaran gelap ; terang
20 - 32º C
20 – 35 ppt
7,5 – 9
0,01 ppm
1000 – 10.000 lux
Minumum 8 : 16 jam
Maksimal 20 : 4 jam

6. Pertumbuhan Phytoplankton Hijau (Green Algae) dan  Phytoplankton Coklat (Brown Algae).

Pertumbuhan phytoplankton selama kultur dapat di tandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel (Ganie 1995). Ada 4 fase pertumbuhan phytoplankton  yaitu :
a)    Fase Adaptasi 
         Ukuran sel pada fase ini pada umumnya meningkat. Secara fisiologis phytoplankton sangat aktif dan terjadi proses sintesa protein baru.Organisme mengalami metabolisme, tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatan sel belum meningkat.


b)    Fase Logaritmik atau Eksponensial
            Fase ini di awali dengan pembelahan sel disertai dengan laju pertumbuhan. Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini bisa  mencapai maksimal.
c)    Fase Stasioner atau Istirahat
Pada fase ini pertumbuhan mulai mengalami penurunan di bandingkan dengan fase logaritmik. Laju reproduksi sama dengan laju kematian. Dengan demikian penambahan dan pengurangan jumlah phytoplankton relatif sama sehingga kepadatan phytoplankton tetap.
d)    Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat dari pada laju reprosduksi. Jumlah  sel menurun secara geometrik. Penurunan kepadatan pytoplankton di   tandai dengan perubahan kondisi optimal yang dipengaruhi oleh   temperatur, cahaya, pH air dan beberapa faktor lingkungan lainnya. Adapun data pertumbuhan Phitoplankton dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
                     Gambar 1.  Grafik Pertumbuhan phytoplankton
7.  Perhitungan Kepadatan Phytoplankton dengan Haemocytometer
            Haemocytometer umumnya digunakan untuk menghitung sel-sel darah namun juga di pakai untuk menghitung sel plankton. Untuk menggunakan alat ini diperlukan adanya mikroskop dan pipet tetes. Sampel diambil dengan menggunakan pipet tetes yang steril dan selanjutnya diteteskan pada haemocytometer yang sudah siap pada mikroskop. Selanjutnya di lakukan pengamatan dan penghitungan. Untuk memudahkan perhitungan phytoplankton yang di amati biasa menggunakan alat bantu hand counter.
            Haemocytometer merupakan suatu alat yang terbuat dari gelas yang di bagi menjadi kotak - kotak pada dua tempat bidang pandang. Kotak tersebut berbentuk bujur sangkar dengan sisi 1 mm dengan kedalaman 0,1 mm sehingga apabila di tutup dengan cover glass volume ruangan yang terdapat di atas bidang bergaris adalah 0,1 mm³ atau 1 ml. Kotak bujur sangkar mempunyai sisi 1 mm tersebut di bagi lagi menjadi 25 buah kotak bujur sangkar. Kotak bagian tengah masing-masing terbagi lagi menjadi 16 kotak bujur sangkar bagian sudut.
Cara penghitungan kepadatan phytoplankton dengan haemocytometer
a. Haemocytometer di bersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu dengan kertas tissue.
b. Phytoplankton yang akan di hitung kepadatannya di teteskan dengan menggunakan pipet tetes steril pada bagian parit yang melintang hingga penuh, kemudian di tutup dengan cover glass.
c. Saat melakukan penetesan harus di lakukan dengan hati-hati agar
tidak terjadi gelembung udara di bawah cover glass.
d. Apabila phytoplakton yang akan di hitung terlalu padat, agar lebih mudah untuk menghitung dilakukan pengenceran 10 m, dengan cara memasukan aquadest ke dalam gelas piala sebanyak 9 ml kemudian di tambahkan sampel sebanyak 1 ml menggunakan pipet tetes yang steril, kemudian di homogenkan.
e. Untuk menghitung phytoplankton yang bergerak aktif, sebelum di 
teteskan pada haemocytometer, phytoplankton tersebut di matikan terlebih dahulu dengan cara menambah beberapa tetes formalin dan selanjutnya di amati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 atau 400 kali pada bidang kotak-kotak.
f. Untuk mengetahui kepadatan phytoplankton, dilakukan dengan menghitung phytoplankton yang terdapat pada kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm.
g. Jika jumlah phytoplankton yang dihitung adalah N, maka kepadatan  phytoplankton adalah N x 104 sel / ml. untuk menghitung kepadatan phytoplankton yag telah di ecerkan adalah N x 104 x 10.
8.  Pemanenan
Hasil kultur murni skala laboratorium dengan volume 10 liter selanjutnya digunakan sebagai starter pada tingkatan lanjutan dengan volume yang lebih besar yaitu untuk kultur skala massal yang mencakup skala intermediate (500 liter – 1 ton), semi massal (2 – 5 ton) dan massal (10 – 20 ton). Hasil panen pada kultur massal selanjutnya yang akan digunakan sebagai pakan alami untuk kegiatan pembenihan dengan dengan kepadatan dan kuantitas yang tinggi.
           



BAB IV
MASALAH DAN PEMECAHAN
A.  Masalah
          Masalah yang sering di hadapi selama PKL, yaitu :
1)    Terjadinya kontaminasi antara phytoplankton yang satu dan yang lainnya.
2)    Seringnya kehabisan aquadest yang menghambat  membuat autoclave untuk kultur murni dan pembuatan pupuk.
B.  Pemecahan
            Adapun pemecahan masalah dari maslah diatas :
1)   Sebaiknya alat yang akan digunakan untuk kultur harus benar – benar steril, dengan mencuci bersih sebelum dan sesudah digunakan, serta sebaiknya memisahkan alat atau wadah kultur phytoplankton yang satu dengan phytoplankton yang lain.
2)  Apabila aquadest sudah mulai berkurang, maka sebaiknya di pesan cepat agar tidak menghambat kegiatan lain, terutama pembuatan air autoclave untuk kultur murni dan pembuatan pupuk.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.  Kesimpulan
      Berdasarkan hasil praktik kerja lapang yang telah dilakukan di BBAP Takalar, dapat disimpulkan  sebagai berikut  :
1. Kultur pakan alami merupakan faktor yang sangat penting untuk menjaga ketersediaan pakan alami bagi larva dan udang pada usaha pembenihan.
2. Untuk mendapatkan hasil yang berkualitas baik dan bermutu tinggi diperlukan inokulum yang baik, artinya bebas dari bakteri dan kontaminan.
3. Agar terhindar dari  kontaminasi, peralatan, bahan – bahan serta ruangan yang akan digunakan harus steril.
4. Untuk menunjang keberhasilan produksi plankton dalam kualitas yang besar dan bermutu tinggi diperlukan sarana dan prasaran yang memadai.
5. kisaran lingkungan yang mendukung pertumbuhan phytoplankton adlah suhu, salinitas, pH, intensitas cahaya.

B.  Saran
Saran yang penulis dapat berikan setelah melakukan praktik kerja lapang bahwa untuk menghasilkan phytoplankton yang baik dan berkualitas maka disarankan pada pemberian  bibit atau pupuk harus sesuai dengan dosis yang telah ditentukan serta menggunakan peralatan dan bahan – bahan yang steril serta ruangan steril serta menerapkan standar produksi sesuai SNI yang berlaku di BBAP Takalar sesuai standar biosecurity.













DAFTAR PUSTAKA
Anomi, 2002. Budidaya Phytoplankton dan Zooplankton Balai Budidaya Laut Lampung. Dirjen Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Proyek Pengembangan Teknologi BBLL, Lampung.

Djarijah, A. S. 1995. Pakan Alami. Kanisius. Yogyakarta.
Ganie. B. M. 1995. Budidaya Phytoplankton. Balai Pengembangan Risert dan Teknologi Kelautan serta Industri Maritin. Jakarta.

Hedriyati. 1993. Pengaruh Warna Cahaya Terhadap Pertumbuhan Skeletonema. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Inansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta.

Kadek. 2002. Budidaya Phytoplankton dan Zooplankton Balai Budidaya Laut Lampung. Dirjen Perikanan Budidaya DKP. Lampung.

Priadji, A. 1992. Kultur Chlorella Sp dengan Pupuk Anorganik. Tachner.

Sachlan, 1982. Planktologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro. Semarang.


Teknik kultur Plankton Tetraselmis sp. www.ewinasis.blogspot.com/2012/06









Lampiran 1 : Tata Letak  Balai Budidaya Air Payau Takalar

Lampiran 2 : Letak  Balai Budidaya Air Payau Takalar
Keterangan Lokasi Praktek kerja lapang
  1. Pos jaga
  2. Lab Kering
  3. Genset
  4. Lab Basah
  5. Bak Pemeliharaan Larva ( out door )
  6. Bak Pemeliharaan Larva ( in door )
  7. Bak Pemeliharaan Induk
  8. Tambak
  9. Bak Kultur Plankton
  10. Pompa Air laut
  11. Asrama Karyawan
Lampiran 3 : Struktur organisasi Balai Budidaya Air Payau Takalar

PEMBUDIDAYAAN
 





LABORATORIUM UJI

 

RANCANG BANGUN PERALATAN DAN MESIN

 
 











Lampiran 4 : alat dan bahan di Laboratorium pakan alami

Foto0091.jpg
Gambar 1. Oven

Gambar 2. Bahan – bahan Kimia


              
      Gambar 3. Autoclave                               Gambar 4. Thermoline

        
    Gambar 5. Mikroskop                        Gambar 6. Timbangan elektrik


            
      Gambar 7. Hand Counter                        Gambar 8. Haemocythometer

                 
          Gambar 9. Test tube                          Gambar 10. Klorin tes

      
           Gambar 11. Thiosulfat                                 Gambar 12. Pupuk

      
Gambar 13. Bibit plankton                          Gambar 14. Kultur phytoplankton

Lampiran 5 : Contoh foto yang dilakukan di Laboratorium Pakan Alami

Gambar 15. Penggoresan backto agar

              Gambar 16. Pembuatan pupuk             Gambar 17. Penghitungan plankton




Tidak ada komentar:

Posting Komentar